PENDOKUMENTASIAN WARISAN SEJARAH DAN BUDAYA KERAJAAN/KESULTANAN KERAJAAN ADAT PAKSI PAK SEKALA BRAK KEPAKSIAN PERNONG LAMPUNG

PENDOKUMENTASIAN WARISAN SEJARAH DAN BUDAYA KERAJAAN/KESULTANAN KERAJAAN ADAT PAKSI PAK SEKALA BRAK KEPAKSIAN PERNONG LAMPUNG
GEDUNG DALOM

Lampung, Sergapnusantara.com- Bahwasanya yang disebut Istana Adat Gedung Dalom adalah tempat tinggalnya, Istananya, Pusat Pemerintahannya sang Sultan/Raja, SaiBatin, Pesikhah.  Sejak zaman dahulu tempat tinggalnya sang Sultan ini disebut GEDUNG DALOM oleh Pemerintah Hindia Belanda, oleh rakyat dan masyarakat adat, hingga pada saat kemerdekaan Republik Indonesia sampai saat ini sebutan nama terhadap Istana Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung adalah GEDUNG DALOM.
GEDUNG DALOM ini sudah 1 (satu) kali direnovasi pada kisaran tahun 1990-1991 dan sebutannya tetap Gedung Dalom, baik sebutan dari Sultan, Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat maupun sebutan dari masyarakatnya.

Gunung Suoh atau Gunung Suwoh adalah gunung yang memiliki kaldera dengan lebar 16x8km yang terdapat di bagian selatan Sumatra, Indonesia. Pada saat gempa bumi di Suoh hari senin 26 juli 1933, sekitar 13 jam setelah gempa, tanah-tanah di Suoh yang rekah mulai melontarkan air panas. Fenomena geologi ini dikenal sebagai letusan freatik (phreatic eruption), yaitu letusan yang dipicu masuknya air ke kantong magma. Persentuhan air dan magma memicu munculnya uap panas yang segera menjebol sumbat, melontarkan debu, bebatuan, hingga air panas. Lontaran material panas semakin meningkat, hingga pada hari senin 10 Juli 1933, terjadi letusan freatik besar di Suoh. Letusan membentuk dua kawah dan menghancurkan area dalam radius 10 kilometer dari pusat letusan, Kehancuran itu dicatat geolog Belanda, Ch E Stehn, yang datang ke Suoh pada pertengahan Juli hingga awal Agustus 1933. Ia ditugaskan Pemerintah Hindia Belanda untuk meneliti petaka itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bonifacius Cornelis de Jonge yang merupakan perwakilan dari Ratu Belanda Sri Ratu Wilhelmina (Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau) mendatangi dan melihat kejadian gempa bumi di Suoh Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung saat itu.  Setibanya beliau di Lampung Barat langsung menuju ke Istana Adat GEDUNG DALOM Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung sebagai tempat persinggahannya. Peristiwa sejarah tersebut cukup membuktikan bahwa rumah kediaman pimpinan adat tertinggi saat itu atau istana tempat tinggalnya Sultan/raja saat itu, hingga saat ini disebut  Gedung Dalom / Istana Adat Gedung Dalom oleh masyarakat dan pemerintah, mulai dari pemerintahan Hindia Belanda hingga pemerintahan saat ini.

Istana Adat ini dibangun sejak pertama kali Belanda masuk dan menaklukkan Kepaksian Sekala Brak hingga Istana Adat terbakar saat itu, kemudian Istana Adat pengganti sempat kembali terbakar untuk yang kedua kalinya, setelah itu pada tahun 1900 baru kemudian didirikan Istana Adat Gedung Dalom Kepaksian Pernong Sekala Brak yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Lokasi Gedung Dalom saat ini  tentu berbeda dengan pada masa lampau, dimana dahulu lokasi Gedung Dalom sangat luas mencapai 5-10H, tetapi karena para pembesar adat dan keturunan-keturunan sultan yang kemudian untuk memudahkan komunikasi dalam setiap kegiatan maka akhirnya para keturunan sultan mengambil bagian dari lahan yang ada saat itu sehingga perlahan-lahan pekarangan pekarangan Gedung Dalom semakin menyempit, sehingga walaupun relatif masih luas namun tentunya sudah tidak resepentatif lagi untuk melakukan kegiatan adat dalam skala besar.  Oleh sebab itu Gubernur Provinsi Lampung ke-9 (2014-2019) Muhammad Ridho Ficardo, S.Pi., M.Si. menginisiasi untuk dilaksanakannya pembagunan sebuah rumah adat yang lebih resepentatif untuk suatu saat nanti dapat menjadi tempat dilaksanakannya berbagai perhelatan kerajaan dari seluruh nusantara dan dapat menjadi destinasi pariwisata yang merupakan pusat kegiatan kebudayaan baik seni tari, seni musik, seni suara, bela diri, ukir, tapis dan sebagainya yang ada di Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung.

Yang Dipertuan Ke-23 Paduka YM SPDB Drs. H. Pangeran Edward Syahpernong,S.H. hingga saat ini selalu menjaga dan menjalin silaturahmi kepada seluruh kerabat yang berada diberbagai wilayah baik yang berada di Sekala Brak maupun para kerabat dan para raja yang telah mendirikan negeri-negeri baru seperti para saibatin marga disepanjang pesisir yang memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak.  Maka hubungan kekerabtan dan kedekatan adat tetap dibina karena mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kebesaran Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung.

Kroon ini diberikan oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk menunjukkan Pengakuan tentang Kebangsawanan sebagai Sultan pada masa itu dan sebagai tanda bahwa GEDUNG DALOM ini merupakan satu satunya tempat yang mempunyai nilai sejarah dan mempunyai nilai kebesaran tertinggi di Sekala Brak Lampung. Kroon ini diberikan oleh pemerintahan Kolonial Belanda kepada Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala tahun 1852. Selain menerima Kroon, Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala juga mendapatkan penghargaan gelar sebagai Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Sebutan Kepaksian Pernong semenjak Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala mendapat gelar Pangeran, maka gelar Pangeran yang diberikan kepada Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala dari kerajaan Manak terus menerus sampai keturunannya terahir,  sementara di tempat lain pasirah itu apabila sudah 20 tahun sebagai pasirah baru kemudian mendapat penghargaan Pangeran dari Pemerintahan Hindia Belanda untuk dirinya sendiri, tidak untuk diturunkan kepada anak keturunannya, jadi gelar Pangeran tersebut hanya untuk seorang Pangeran itu saja, sebutan pasirah itu hanya sebutan penghargaan 20 tahun pemerintahan yang baik, namun itu tidak berlaku pada Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala karena telah menyelesaikan permasalahan Rejang Lebong Pesumah Lebar kemudian Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala mempunyai banyak kelebihan-kelebihan dan prestasi lainnya, serta dianggap Belanda memang sosok yang mempunyai kharisma dan wibawa di wilayah tersebut maka Pemerintahan Hindia Belanda memberikan penghargaan Gelar Pangeran  turun temurun kepada Keturunan Yang Dipertuan Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala. Pada saat ini Kroon tersebut terpasang di Istana Adat Gedung Dalom Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung sebagai Simbol dari Istana Adat Gedung Dalom Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung.

Istana itu berbentuk persegi empat. Disangga dengan 36 tiang kayu berukuran besar, satu peluk tangan manusia dewasa. Diumpak di permukaan tanah, berjajar lurus baik secara garis lurus silang maupun diagonal. Belah-belah simetris antar tiang dalam garis tegak lurus maupun dalam garis sudut diagonal  mengambarkan  sebuah  jalinan  kokoh  menyangga  bangunan gedung  di atasnya.

Demikian pula gelagar kayu utuh yang menghubungkan tiang sebagai penyangga lantai Istana Adat Gedung Dalom juga sedemikian kokohnya, sambung menyambung saling “menggigit” menjadi tempat pilar dan papan lantai rumah disemayamkan, tempat menancap rapih tiang-tiang Istana Adat Gedung Dalom penyangga kerangka atas dan atap. Kayu-kayu rangka Istana Adat Gedung Dalom yang  besar,  kokoh,  dan  rapi membuat  Istana Adat Gedung Dalom  tampak  meyakinkan  kekuatannya “Waktu ada gempa, tiang yang disangga beton semen malah ambles, sementara yang disangga umpak tradisional, selamat,” kata warga setempat bercerita perihal umpak tiang di permukaan tanah.

Istana adat gedung dalom berdinding kayu dengan jendela-jendela lebar, beratapkan seng dan tajuk atap memperlihatkan arah ke bentuk joglo yang mengerucut di bubungan atapnya menyatu pada kesatuan puncak. Di puncak atap bertengger mahkota dari kuningan berbentuk khas. Bagian depan terdapat replika atas Istana Adat Gedung Dalom induk dalam ukuran kecil sebagai peneduh tangga masuk satu arah untuk kemudian menjadi dua arah masuk ke tataran lantai. Teras Istana Adat Gedung Dalom ada di sisi kiri dan kanan pada lantai panggung, dibatasi dengan pagar ritmis kayu berukir pula. Pintu masuk ada ditengah kanan dan kiri kayu yang melekat pada rangkaian rangka gedung bagian dalam dan luar, diukir dengan aneka ragam jenis ukiran. Beberapa ragam ukir di antaranya khas Lampung dengan sulur dan garis tanpa tatahan miring. Sejumlah ukiran di dinding luar atas dan tiang sangga di kolong gedung memperlihatkan ukiran kuno yang langka.

Sementara itu pola ukel dan lengkung relung, mirip ukiran dari etnis lainnya di Nusantara. Tiang sangga di sisi-sisi luar, pada bagian tiang sebelah atas diberi asesoris semacam cukit atau siku penyangga atap luar. Biasanya berfungsi juga sebagai penyangga emper gedung. Namun, di Istana adat gedung dalom juluran itu tidak menyangga apa-apa, hanya menjadi penghias bagaikan deformasi belalai gajah.

Bagian dalam Istana Adat Gedung Dalom, terdapat satu ruang besar disisi kiri belakang sebagai tempat Sai Batin beristirahat disebut Bilik Kebik. Tak ada yang masuk ke ruang itu kecuali Sai Batin dan Permaisuri atau kerabat yang diizinkan oleh Sai Batin. Di dalam ruangan itu, terdapat pula sejumlah senjata pusaka yang hanya Sai Batin atau Sultan yang berani memindah atau membukanya. Bahkan sewaktu dilakukan renovasi atas atap dan ruangan, senjata pusaka itu tetap pada tempatnya.

Di depan pintu Bilik Kebik terdapat pelaminan atau singgasana yang disebut margasana. Alas duduk Sai Batin terdiri atas kasur berlapis-lapis, hiasan dinding, dan langit-langit yang terbuat dari kain beludru warna warni dan manik-manik yang disebut.

Lelukukh Juttai. Jika Sai Batin memimpin sidang (hippun paksi) akan duduk di situ menghadap ke barat di mana seluruh raja jukkuan duduk bersila menghadap Sai Batin. Hanya Sai Batin dan Raja Jukkuan yang boleh duduk di tempat ini pada saat hippun paksi. Lantai Istana Adat Gedung Dalom ini ada dua trap, pada bagian depan dekat pintu masuk letak lantai lebih rendah sekitar sejengkal. Dalam acara tradisi, lantai rumah ini tanpa kursi, seluruh tamu duduk di bawah di atas karpet atau tikar. Begitupun apabila mereka mendapat jamuan makan dari Sai Batin, maka seluruhanya “lesehan”.

Selebihnya, ruangan dalam itu tanpa pembatas dan lantai kayu yang coklat telah dilapisi karpet merah. Seluruh permukaan tiang kayu ruang dalam, seluruh pilar dan belandar yang sambung sinambung dilekati lempeng kayu berukir tanpa dicat, berkesan alami dan dekat dengan suasana sekitar yang serba kayu dan alam masih rimbun menghijau. Dinding tampak coklat tua, tanda kayu tua dan terawat. Sejumlah ukiran memperlihatkan simbol-simbol tertentu namun belum ada yang mencoba untuk membacanya. Saat ini, ruang dalam Istana Adat Gedung Dalom diberi plafon langit-langit dari kayu dengan lekuk dan tataan baris potongan kayu, rapih dan lurus seperti di gedung moderen dimana pada setiap kotak lengkung dipasang satu buah piting lampu listrik. Langit-langit terplafon itu menjadi penutup konstruksi kayu pada kap atap selepas kait- mengkaitnya antar kayu, semenjak dari lantai sampai bagian ring menjelang rangka atap. Di halaman gedung sisi kiri terdapat sebuah bangunan dengan atap melingkar mengerucut, seluruh 8 tiang kecil berdiri pada disi tepi bangunan melingkar pesegi delapan itu. Lantainya berpembatas dan tak ada tiang di tengah. Istana Adat Gedung Dalom itu berfungsi sebagai tempat para penggawa yang sedang berdinas dan berjaga. Tempat itu disebut gardu. Di situlah dulu para tamu Sai Batin menyampaikan kepada penggawa tentang maksud kedatangannya.

Istana Adat Gedung dalom adalah salah satu tanda kebesaran Kerajaan Adat Kepaksian Pernong Sekala Brak Lampung karena rumah ini diwariskan dari para pendahulu dan terus terawat hingga sekarang. Bahkan diceritakan bahwa letak Gedung pada awalnya sejauh sekitar 15 kilometer dari tempat sekarang berdiri di Batu Brak. Pada waktu memindahkan, Istana Adat Gedung Dalom itu tidak dicopot atau dibongkar dulu melainkan diangkat ramai-ramai dan dibawa perlahan-pelahan menuju lokasi sekarang Selama 1 (satu) Tahun kisaran tahun 1899. Gempa dan kebakaran pernah menimpa Istana Adat Gedung Dalom, sejumlah kerusakan pernah dialami. Namun Sai Batin dan masyarakatnya terus melestarikannya.

Di dalam Istana Adat Gedung Dalom itu banyak hal telah terjadi. Pangeran Suhaimi dan Pangeran Maulana Balyan karena keaktifannya di pemerintahan menjadi pegawai Republik Indonesia, maka tidak lagi banyak tinggal di Istana Adat Gedung Dalom. Meski demikian mereka tetap merawat Istana Adat Gedung Dalom tanpa menempatkan orang khusus untuk itu, karena masyarakat sekitar sudah dengan sendirinya merawatnya. Bagian belakang Istana Adat Gedung Dalom kini juga didirikan bangunan baru yang terpisah dan disatukan dengan Istana Adat Gedung Dalom. Dulu antara rumah belakang dan Istana Adat Gedung Dalom tersela sebuah halaman terbuka. Di sisi kanan belakang dibangun ruangan dapur. Dulu di belakang dapur ini terdapat lumbung bahan panga Istana Adat Gedung Dalom yang terletak di Batu Brak, persis di sisi utara jalan menuju ke arah Liwa dari lintas tengah Bandar Lampung – Liwa. Daerah ini berhawa sejuk karena berada di pegunungan lereng Gunung Pesagi. Pada sisi timur Istana Adat Gedung Dalom terdapat sebuah pemakaman para Sekala Brak.

Pada bagian bawah lagi, di tepi sebuah tebing curam dengan mata air jernih sepanjang tahun, terdapat makam tua makam dari Umpu Ratu Selalau Sanghyang Sangun Gukhu Gelar Sultan Umpu Ratu Selalau Sanghyang Sangun Gukhu (Generasi ke-7) dan sekarang ini sudah generasi ke-23, bersama sejumlah makam lainnya yang ditandai tonggak-tonggak nisan. Pohon rindang meneduhi dan tempat yang terlindung dalam rimbunan semak dengan jalan setapak ke lokasi itu. Makam utama ditandai dengan batu nisan dengan batu krast/kapur keras dengan bentuk dan goresan yang perlu pembacaan lebih lanjut. Goresan itu berupa garis yang sambung dan melintang seperti menyimbulkan sesuatu. Sangat mungkin, goresan itu merupakan deformasi bentuk huruf Lampung yang diciptakan oleh para pendiri Kepaksian Sekala Brak. Rupanya, banyak hal yang masih harus dibaca dari simbol- simbol kebesaran Kepaksian Sekala Brak. (Dedy Tisna Amijaya)