Mengamati “pengkerdilan” perusahaan pelayaran dalam kegiatan keagenan.

Mengamati “pengkerdilan” perusahaan pelayaran dalam kegiatan keagenan.
Dr.Chandra Motik Yusuf SH
Jakarta, Sergapnusantara.com- Jumat 12 Februari 2021 (Sergapnusantara) – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelayaran yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja dinilai bermasalah. Rancangan beleid itu diduga akan menciptakan kondisi persaingan tidak sehat yang berbahaya bagi perekonomian nasional.
Sebagai salah satu jantung dari usaha pelayaran adalah Perusahaan Pelayaran, yang merupakan Perusahaan Angkutan Laut Nasional menurut UU 17/2008 tentang Pelayaran. Sementara disisi lain, dalam bisnis pasti tidak akan terlepas dari sebuah kegiatan usaha penunjangnya. Sama halnya seperti keagenan yang merupakan salah satu dari sekian banyak dari usaha penunjang dari Perusahaan Pelayaran. 
Terkait hal tersebut, pakar hukum kelautan Dr. Chandra Motik SH. MSc menilai bahwa kegiatan usaha keagenan kapal berdasarkan pasal 90 ayat (2) PP 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, seyogyanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Nasional Keagenan Kapal atau Perusahaan Angkutan Laut Nasional.
“Namun, pemenuhan persyaratan Izin Usaha Perusahaan Pelayaran tidak sama dengan Perusahaan Keagenan. 
Lalu mengapa keduanya dapat melakukan kegiatan yang sama?” tegasnya.
Lanjutnya, hal ini justru pada akhirnya menimbulkan keraguan dan ketakutan akan terjadinya “tumpang tindih tugas, pokok, serta fungsi antara Perusahaan Pelayaran dan Perusahaan Keagenan.
Sudah seharusnya menjadi perhatian tersendiri agar terdapat pemisahan untuk menciptakan persaingan yang sehat antar keduanya. Hal ini tampak pada Pasal 3 Permenhub 65/2019 mengenai pelayanan jasa keagenan kapal, yang mencampuradukan tugas, pokok, dan fungsi dari Perusahaan Pelayaran dan Perusahaan Keagenan,” pungkasnya.
Lanjut kata motik, “Sudah seharusnya pelaku usaha yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan core business pemilik kapal/operator kapal adalah Perusahaan Pelayaran”.
Merunut dalam lampiran amandemen The Convention on Facilitation of International Maritime Traffic, 1965 (Resolution FAL.12(40) yang merupakan Konvensi Internasional tentang standar dan praktik yang direkomendasikan mengenai formalitas, persyaratan, dan prosedur dokumen yang harus diterapkan pada saat kedatangan, sandar, dan keberangkatan kapal, kru, penumpang, barang bawaan, dan kargo yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 2002, maka tugas keagenan kapal di peraturan nasional perlu secara jelas mencakup penyebutan perihal tugas pokok keagenan kapal beserta dengan kepentingan operasional kapal.
Maka dirasa perlu untuk diadakannya perubahan terhadap bunyi Pasal 90 PP 20/2010 yang khusus membahas mengenai pelaksanaan teknis terkait dengan kegiatan keagenan kapal, juga terhadap pengategorian ruang lingkup kegiatan keagenan kapal yang diharapkan dapat meningkatkan usaha di perairan nasional tanpa mematikan usaha salah satunya,” Pungkas Motik.
“Di mana Perusahaan Keagenan dalam kegiatan keagenan kapal dapat mengurus kepentingan operasional (husbandry), baik bagi perusahaan pelayaran asing maupun bagi perusahaan pelayaran nasional yang selama ini telah dijalankan oleh Perusahaan Keagenan sesuai dengan kapasitas dan keahliannya. Sementara Perusahaan Pelayaran melaksanakan kegiatan keagenan selain untuk pengurusan kepentingan operasional juga untuk kepentingan komersial kapal. (Agi/Rolla)