Giwo Rubianto: Peringatan Hari Ibu Momentum Membangun Negri

Giwo Rubianto: Peringatan Hari Ibu Momentum Membangun Negri

Jakarta, Sergapnusantara.com-  Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd menjadi narasumber segmen dialog di saluran TVRI, Senin (21/12/2020). Dialog mengangkat topik peringatan Hari Ibu ke-92, yang Selasa (22/12/2020) diperingati Indonesia.

Dialog yang dipandu oleh Nurul Jamilah dan Yoga Pratama, pembaca acara berita “Klik Indonesia Pagi” ini berlangsung selama 15 menit di segmen terakhir “Indonesia Pagi”.

Dalam dialognya, Giwo Rubianto menyampaikan Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember di Indonesia bukanlah seperti Mother’s Day yang dirayakan di negara-negara lain. Masyarakat kita banyak yang salah mengartikannya.

Dikatakan, Hari Ibu berasal dari Kongres Perempuan Indonesia I yang diadakan pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Hanya selang dua bulan dari deklarasi Sumpah Pemuda oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928.

Jadi, Kongres Perempuan Indonesia yang pertama ini sebagai kelanjutan dari Kongres Pemuda II yang diselenggarakan di Jakarta, 28 Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda, yang hingga kini selalu terngiang di masyarakat Indonesia.

Pada saat itu, para perempuan pejuang juga melakukan aksi demonstrasi tidur di bantalan rel kereta api sehingga terjadilah negoisasi dengan Belanda dan diperbolehkan menaiki kereta menuju Yogyakarta.

Ada tujuh organisasi perempuan yang berinisiatif mengadakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama itu. Mereka adalah perempuan pejuang Indonesia, yaitu Wanito Utomo, Putri Indonesia, Aisyiyah, Jong Islamieten Bond, Wanita Taman Siswa, Jong Java Meisjeskring, dan Wanito Katholik.

Salah satu keputusan dalam Kongres Perempuan Indonesia pertama itu adalah membentuk satu organisasi federasi mandiri dengan nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

PPPI ini bertujuan meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia menjadi perempuan yang maju, juga bahu-membahu dengan laki-laki memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Pergerakan tidak hanya berhenti pada saat itu saja. Sejak 22 Desember 1928, kongres demi kongres diselenggarakan guna membicarakan masalah pendidikan, sosial budaya, ekonomi, tenaga kerja dan politik.

Pada 1935 di Jakarta, diadakan Kongres Perempuan Indonesia II. Salah satu keputusan pentingnya adalah kewajiban utama perempuan Indonesia menjadi ibu bangsa yang berusaha menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaan.

Pada tahun yang sama PPII berganti nama menjadi Kongres Perempoean Indonesia dan pada 1946 menjadi Kongres Wanita Indonesia yang disingkat KOWANI, seperti yang dikenal selama ini.

Sementara Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember hasil keputusan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung pada 1938, merujuk pada tanggal pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I.

“Keputusan itu kemudian dikukuhkan pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur pada 16 Desember 1959,” kata Giwo.

Melihat sejarah Kongres Perempuan Indonesia dan penetapannya, maka Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember sejatinya adalah hari peringatan pergerakan perempuan Indonesia.

Karenanya, Peringatan Hari Ibu ke-92 adalah momentum perempuan Indonesia membangun Indonesia dengan tugasnya sebagai Ibu bangsa yang mengemban tanggung jawab mulia, inovatif, dan memiliki kepribadian bangsa nasionalisme, serta sehat dan jasmani.

Hari Ibu juga menjadi momentum pemantik semangat tidak hanya bagi para perempuan, tapi juga masyarakat khususnya generasi muda untuk bergerak bersama secara nyata meningkatkan kualitas hidup perempuan.

“Kita secara bersama-sama memberikan solusi dalam menghadapi berbagai persoalan terkait perempuan khususnya dalam menghadapi masa sulit pada situasi pandemi Covid-19 saat ini,” ujarnya.

Kondisi ini juga menjadi tantangan tersediri bagi perempuan Indonesia terlebih sebentar lagi Indonesia memasuki era industri 5.0. Yang diharapkam tantangan ini sebisa mungkin menjadi peluang bagi perempuan Indonesia dalam mengembangkan potensi dirinya.

Karenanya, kita harus berkolaborasi dan bersinergi mengemban amanat para founding mothers untuk sebaik-baiknya menjadi ibu bangsa sejati. Jangan melupakan sejarah, kita harus menjalankan amanah para perempuan terdahulu yang memberikan pengorbanan luar biasa bukan hanya materi tapi juga jiwa dan raga.

“Peringatan Hari Ibu lebih dari sekedar mother’s day. Ini adalah momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan dan kesatuan serta gerak perjuangan perempuan dalam berbagai sektor pembangunan untuk Indonesia maju yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia,” tandasnya.

Hari Ibu merupakan momen peringatan pergerakan perempuan Indonesia yang pada saat itu saling mengukuhkan semangat dan tekad bersama dalam mendorong kemerdekaan Indonesia.

Giwo pun mengajak seluruh rakyat Indonesia, terutama generasi muda untuk mengingat kembali arti dan makna Hari Ibu karena memiliki makna yang berbeda dengan Mother’s Day yang diperingati negara-negara barat. Esensinya juga berbeda. Karenanya, pergeseran makna PHI ini tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Peringatahan Hari Ibu harus dijadikan momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan dan kesatuan, serta gerak perjuangan kaum perempuan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Momentum Peringatan Hari Ibu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dalam pemenuhan hak perempuan dan anak, serta untuk memajukan perempuan Indonesia di masa pandemi Covid-19 di mana banyak perempuan terpuruk, menjadi korban kekerasan, bahkan harus memikul beban ganda,” terang Giwo.

Karenanya, sangat penting bagi generasi milenial dan masyarakat agar membaca sejarah hari ibu. Ada makna mendalam yang lebih dari sekedar ucapan “Selamat Hari Ibu”. (Hj.Rolla)