Kemenpora Harus Jamin Olahraga Tetap Jalan saat Covid-19

Kemenpora Harus Jamin Olahraga Tetap Jalan saat Covid-19

Jakarta, Sergapnusantara.com-  Pengamat olahraga nasional, Tommy Apriantono, menyebut Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) harus bisa meyakinkan pemerintah agar event olahraga bisa berjalan di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Tommy, banyak langkah yang bisa dilakukan Kemenpora untuk bisa membuka jalur supaya kegiatan kompetisi olahraga bisa berjalan dengan protokol kesehatan ketat.

Tak hanya itu, kegiatan olahraga juga disebut masih bisa berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang telah dibuat sebelumnya oleh Kemenpora maupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

"Seharusnya Kemenpora sebagai perwakilan pemerintah bisa memfasilitasi semua permasalahan terutama olahraga profesional. Karena Kemenpora misalnya bisa bertemu dengan Satgas [Penanganan Covid-19], menanyakan rambu-rambu di mana kegiatan olahraga bisa berjalan pada saat kondisi seperti sekarang. Misalnya tanpa penonton, setiap pemain dan ofisial wajib di tes swab, ada hotel khusus, atau pertandingan home and away diubah."

"Itu seperti yang terjadi di Amerika Serikat. NBA jalan lagi, Major League Soccer jalan lagi. Masuk ke Eropa sama, mereka pun mulai konsultasi ketika pandemi berjalan tiga bulan pertama. Mereka pelajari semua kemungkinan, bisa atau tidak?" ucap Tommy.

Terlebih, lanjut Tommy, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengatakan bahwa kita tidak mungkin menghindar terus dari Covid-19. Apalagi belum ada yang bisa memastikan sampai kapan pandemi ini berakhir.

Sebab itu, cara terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah hidup berdampingan dengan Covid-19. Artinya, pekerjaan tetap berjalan, ekonomi harus jalan tapi dengan mengantisipasi risiko kemungkinan paparan Covid-19.

"Contoh di Indonesia, pabrik-pabrik semua sudah jalan, supermarket dan mal juga sudah buka, rumah makan buka dengan dibuat aturan-aturannya. Harusnya olahraga sebagai industri seperti itu. Kemenpora bilang olahraga jadi industri, harusnya itu dimunculkan, kita buat pintar bagaimana menangani kompetisi tanpa terkena Covid-19," ungkap Tommy yang juga Dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Kembali bergulirnya Liga Jerman dan Liga Inggris di tengah pandemi menjadi contoh lain yang dipaparkan Tommy. Meskipun masih terdapat pemain yang terpapar Covid-19 dalam pelaksanaannya, kedua kompetisi sepak bola besar di dunia itu terap berjalan dan berdampingan dengan pandemi.

Begitu juga dengan pernyataan Internasional Olympic Committee (IOC) yang mulai menyerukan untuk kembali menjalankan event olahraga tanpa penonton dan lewat protokol ketat. Terlebih, nihilnya kompetisi yang berjalan dianggap Tommy mematikan industri olahraga yang melibatkan masa depan atlet dan pelaku olahraga yang ada di dalamnya.

"Sementara pemain sepak bola di luar negeri gajinya dipotong 30 persen saja mereka sudah menjerit. Padahal mereka tabungannya banyak, bagaimana di Indonesia?"

"Liga 1 kalau ada 18 klub terus satu klub minimal ada 23 orang pemain, bisa 400-an pemain lah total. Belum ofisial, belum dokter, belum kit man itu yang sekarang tidak punya penghasilan. Kalau dipaksa klub harus bayar, klub sama dengan perusahaan kan bayar dari mana uangnya kalau kompetisi tidak jalan?" tanya Tommy.

Kemenpora sebenarnya sudah membuat protokol lengkap kegiatan olahraga yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pandemi Covid-19 pada 11 Juli lalu. Di dalamnya terdapat tata cara menggelar kegiatan olahraga di masing-masing fase situasi pandemi.

Namun, pada kenyataannya protokol itu tidak bisa berjalan sesuai harapan karena terganjal larangan atau tidak dikeluarkannya izin keramaian dari pihak kepolisian. Seperti yang dialami PSSI sampai akhirnya menunda lanjutan gelaran Liga 1 2020 yang seharusnya dimulai sejak 1 Oktober.

PSSI maupun Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator berharap bisa memulai kompetisi di November mendatang sambil melihat perkembangan situasi terkini Covid-19. Bahkan, kompetisi basket tertinggi di Indonesia, IBL 2020 dan Proliga voli terpaksa dibatalkan.

"Kemenpora wilayahnya pemerintah dia yang memfasilitasi antara swasta dengan kepolisian. Sekarang tinggal Menpora dengan LIB, IBL berdiskusi dengan kepolisian dan berusaha bagaimana alasan itu bisa dipatahkan," sebutnya.

Kepolisian menurut Tommy pasti khawatir oknum suporter tetap ngotot datang ke stadion saat kompetisi berjalan. Namun, LIB harus bisa menggaransi hal ini tak terjadi. Misalnya dengan melibatkan suporter lewat aturan di mana klub tidak akan dapat poin dan dianggap kalah kalau ada suporter datang. Karena kalau polisi yang bilang tidak akan didengar.

"Kenapa akhirnya Pilkada boleh jalan, tapi event olahraga tidak boleh? Sebab Menteri Dalam Negeri bisa meyakinkan Kepolisian kalau tidak dijalankan Pelaksana Tugas atau Pejabat Sementara Gubernur, Wali Kota, Bupati tidak bisa membuat kebijakan karena ada aturan yang menyebut Pejabat Sementara boleh membuat kebijakan menjelang 60 hari masa jabatan."

"Mendagri meyakinkan itu. Bawaslu dan KPU kan berpikir, bagaimana pemilu tidak jadi klaster, siapa yang bertanggung jawab nanti. Harusnya Kemenpora bisa meyakinkan itu ke Kepolisian. Kalau kompetisi dihentikan, sekian banyak orang yang tidak berpenghasilan dan tidak bisa menghidupi keluarganya. Bisnis hotel bisa jalan, transportasi bisa jalan. Kalau terpapar bagaimana? Ini yang harus diantisipasi," jelas Tommy.(***)